Selasa, 14 Juni 2016




Masihkah Kau Menganggapku Sebagai Kekasihmu?


Aku mulai tak suka ketika ada yang mendekatimu selain aku. Menanyakan setiap detik keadaanmu sampai memenuhi pesan telepon genggammu melebihi pesan dariku. Biar saja kalau dibilang cemburu berlebihan, bukankah begini yang namannya takut kehilangan? Aku tidak over protective. Aku masih membebaskanmu dalam berteman. Tapi ini terlalu menguras kesabaran. Menyayat kesetiaan yang terjalin satu tahun silam.

Rasa sakit yang merumah dalam lubuk hatiku tak bisa kuutarakan lewat ucapan belaka. Maka, ku tulis saja sajak luka kita. Ingin aku memakimu, memarahimu tapi sulit. Kekuatan cinta membuatku urung melukaimu. Akibatnya kurasakan kesakitan sendirian. Menelan setiap inci getirnya kisah percintaan.

Katamu, kesibukan yang membuat kita jarang bertannya kabar. Meluangkan waktu hanya untuk memberitahu keadaan saja sukar dilakukan. Begitu sibuknya kamu sampai aku harus melakoni kisah sendiri. Apa tidak ada waktu semenit saja untuk mendengar ceritaku? Apa kau tak merasa rindu, Sayang? 

Berkali-kali aku mendengar kabar kalau ada 'yang lain' di kehidupanmu. Siapa, Sayang? Mengapa kau tak mengatakannya kepadaku? Apa dia berada pada tingkatan lebih tinggi dariku di hatimu? Aku tidak marah jika kau mengenalkannya baik-baik kepadaku. Walaupun aku tahu, aku akan meratapi tragedi macam ini. Setidaknya kamu sudah jujur. Itu lebih baik daripada bermain api di belakangku; kekasihmu sendiri. 

Apa kau tega melihatku penasaran begini? Merasa sepi padahal memiliki. Bukankah dulu kita pernah berjanji untuk saling mengerti? Lalu apa ini? Mau bilang kalau awal mulannya karena aku? Mengapa kau tidak bilang? Takut menyakitiku? Jangan takut, Sayang. Aku memilihmu untuk sebuah keseriusan. 

Apa berita itu benar, orang itu kamu jadikan pelampiasan sebab kamu sudah tak tahan? Atau malah dia yang menggodamu untuk menjauh dariku? Sayang, jujurlah. Tak perlu takut, aku bukan harimau yang bisa memakanmu hidup-hidup.




To : My Beloved Heart


Aku tak memaksamu untuk mengataknnya sekarang.
Tapi, aku harap kamu memihak pada kejujuran. 
Sebab aku sudah menahan sakitnya pendustaan begitu lama.
Mungkin aku tidak bisa mengatakannya kepadamu secara langsung karena aku takut kamu naik pitam.

Kau tak tahu kan, disela-sela menunggu kabar aku suka menggambar semua tentangmu. Aku tak mau rasa cinta dihatiku berkurang sedikitpun. 
Ingin rasanya cinta itu bertambah setiap harinya. 
Maka, segala yang membuatku selalu mencintaimu kulakukan untuk mengusir penat sekaligus mengobati rindu pada kekasih tersayang; kamu.